Pemula dalam menyuarakan intelek adalah kesempatan bisa menjadi seseorang yang langsung terjun ke lapangan. Tak banyak yang berubah, tatkala itu senda gurau tentu menghiasi perjuangan yang telah lama dinanti-nantikan.
Namun, berhadapan dengan anak-anak yang telah menyusup corona membuat pemikiran sedikit aneh. Mungkinkah corona tidak hanya menghentikan aktivitas yang telah lama digeluti tetapi juga menggetarkan seluruh pemikiran generasi muda baik dalam hal belajar, bersikap, dan tentu bekerja keras?
Anak-anak merasa diri lebih hebat, lebih pintar, tetapi lebih tidak terpelajar. Dengan sewenang, orang tua bercampur tangan membela bahkan melindungi kesenjangan anaknya. Menelisik lebih dalam, tentu ini adalah tantangan terberat dikarenakan memulai yang sudah surut, meniti yang sudah diawang-awang, mematikan yang terbiasa dengan corona yang terus menjadi alasan.
Terkadang terbesit, mungkinkah seharusnya teknologi tidak perlu hadir apalagi dengan media sosial terkini, ada banyak pengaruh buruk yang terjadi. Akan tetapi, itu tidak bisa karena dengan hadirnya teknologi adalah masuknya informasi yang mudah dicari, mudah ditemukan dan tentu pengetahuan semakin bertambah. Saat-saat seperti itu, sebagai tenaga pendidik menerapkan kerjasama yang baik dengan seluruh pihak:
- Memulai kembali yang terbaru tentu dengan pengorbanan dan kesalahpahaman tidak bisa dipungkiri akan terjadi.
- Berhadapan dengan kekeliruan kerjasama antara pihak sekolah dan pihak keluarga merajalela dalam pendidikan corona saat ini.
- Media sosial menjadi faktor utama berpengaruhnya sikap anak-anak menuju kenakalan yang tidak mampu dibendung lagi.
- Anak-anak telah menjadi generasi instan yang tidak ingin bersusah payah dalam belajar.
Hal di atas bukan saja pekerjaan sebelah pihak. Karena bukankah itu akan berat sebelah? Ibarat di dorong oleh semesta luas namun dipukul mundur oleh lingkungan pribadi. Kesedihan ini akan menjadi pemikiran semua orang dalam memandu generasi muda terutama para pelajar terdidik di sekolah-sekolah. Beberapa kejadian memilukan membuat lapisan sekolah menerapkan batas-batas yang berjarak dan beraturan tetapi tidak berkualitas hanya karena menjaga persaudaraan yang dinilai akrab. Kesepakatan ini dimulai karena lingkungan pribadi anak-anak melempar ketidaksukaan, rasa lelah, dan menginginkan kemudahan dalam mendapatkan segala hal. Padahal, pada akhirnya menginginkan yang terbaik tetapi tidak menginginkan kesukaran.
Perjuangan dengan menghadapi situasi pandemi tidak membuat para tenaga pendidik lengah. Menitipkan semangat-semangat ajar yang mampu menembus batas secara tersirat dari berbagai pihak. Tenaga pendidik menjadikan kesepakatan untuk membangkitkan semarak harapan anak-anak yang berkualitas.
Maka, terlepas dari keuntungan dan kerugian yang telah dan akan timbul di masa depan wajib mempunyai kesatuan makna ajaran dalam masa pandemi ini. Perlu diketahui bahwa :
- Sebagai pelajar yang merupakan generasi yang akan memegang kekuasaan pundak bangsa, maka jika hari ini tidak berusaha keras melawan arus diri sendiri yang telah jauh dari nilai kualitas yang baik, tentu penjajahan akan kemalasan merusak citra bangsa yang telah dibangun dengan air mata darah.
- Sebagai orang tua yang menjadi landasan utama bagi anak-anak dan tenaga pendidik, perlu dukungan baik dan upaya yang sangat membangun untuk mewujudkan kepribadian anak-anak hebat dalam attitude serta intelektualitas yang berkualitas.
Tenaga pendidik dengan situasi pandemi yang telah merubah tatanan pelajar, menjadi peran yang sangat besar untuk menyadarkan anak-anak secara global dan memberi diri untuk menitip kemasan-kemasan yang dapat diandalkan ke depannya. Keberhasilan itu akan menjadi kebanggaan sekolah dan seluk beluk perjuangan dari keringat-keringat para tenaga pendidik. (AY, 26/10/2021)